6/19/15

LATAR BELAKANG SEJARAH BERDIRINYA HMI (B)

B.   Situasi Umat Islam Indonesia


Agama Islam datang ke Indonesia pada abad 1 Hijriah atau abad ketujuh/kedelapan Masehi, langsung dari Arab.
Masuknya Islam ke Indonesia melalui  “Penetration Pasifique”  secara  diam-diam dan damai, hingga akibat positifnya, Islam diterima dengan hati dan tangan terbuka oleh masyarakat Indonesia. Sebaliknya, akibat negatifnya pun tampak, yaitu berpadunya ajaran Islam dengan unsur-unsur kebudayaan dan adat istiadat yang berasal dari Hinduisme, Buddhaisme, dan Animisme, sehingga melahirkan aliran-aliran kebatinan atau klenik, sedang peradaban Barat dengan unsur-unsur sekularisme dan liberalisme menimbulkan pandangan yang bersifat Barat.
Kedua sebab tersebut bukan hanya di Indonesia, tetapi hampir di seluruh dunia Islam. Malah bertambah parah dengan berkembangnya mazhabisme, sufisme, dan dengan tertutupnya “bab el ijtihad”  yang mematikan dinamika alam Islam.
Di atas kejumudan itu, muncullah kebangkitan dunia Islam berupa reformasi dan modernasi dalam tata kehidupan umat Islam serta gerakan perjuangannya, Gerakan Pan Islamisme dari Jamaluddun Al Afgani (1838-1897) dan gerakan Muhammad Abduh (1849-1905) muncul dalam watak yang radikal, mengilhami dan mendorong terhadap kebangkitan rakyat Asia Afrika, termasuk Indonesia.
Kebangkitan itu ditandai dengan munculnya Serikat Dagang Islam (SDI) tahun 1908, Muhammadiyah 18 November 1912, Al Jamiatul Wasliyah 30 November 1930, Persatuan Umat Islam (PUI) tahun 1917, Persatuan Islam (Persis) tahun 1923, dan lain-lain.
Tuntutan Perang Kemerdekaan, yang tidak dapat ditawar-tawar, memerlukan kesatuan dan persatuan umat islam sebagai tulang punggung Bangsa dan Negara. Setelah keluarnya Pengumuman Pemerintahan tertanggal 3 November 1945, yang ditandatangani Wakil Presiden Drs. Muhammad Hatta, yang membolehkan berdirinya partai-partai, maka bertempat di Gedung Madrasah Muallimin Muhammadiyah, Jalan Taman Sari 68 Yogyakarta, tanggal 7 November 1945, dilangsungkanlah Muktamar  1 Umat Islam Indonesia setelah merdeka. Muktamar ini diikuti oleh seluruh partai-partai dan sebagian besar organisasi-organisasi Islam dari seluruh Indonesia.
Keputusan yang diambil dalam Muktamar itu, antara lain :
a)        Mendirikan satu Partai Politik Islam yang bernama “MASYUMI” (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).
b)        MASYUMI adalah satu-satunya partai politik Islam, dan tidak boleh mendirikan Partai Politik Islam lain, kecuali MASYUMI
c)        MASYUMI-lah yang akan memperjuangkan nasib umat Islam di bidang politik.

Indonesia gempar pada waktu itu, karena golongan dan partai-partai lain merasa keciljiwanya. Mereka merasa takut dan khawatir melihat gelombang kesatuan umat Islam, berdiri dengan megahnya, merupakan pertahanan untuk membentengi serangan-serangan, hinaan, dan cemoohanyang ditunjukkan kepada umat islam dan bangsa Indonesia.
Berdirinya MASYUMI sebagai satu-satunya Partai Islam, maka partai-partai yang ada, seperti PSII, PII, Penyadar, dan PERMI, dilebur dan berfusi menjadi satu dengan MASYUMI. Adapun organisasi-organisasi sosial, seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU), PUI, Al Jamiatul Wasliyah, dan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), menjadi anggota istimewa dari MASYUMI.
Sebelum MASYUMI lahir, di kalangan Angkatan Muda Islam, bertempat di Balai Muslimin sebelah Timur Gedung Piola Jakarta sekarang, pada tanggal 2 Oktober1945, didirikanlah Organisasi Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), yang bergerak di bidang politil dan kemasyarakatan.
Cita-cita untuk mendirikan GPII, mula-mula timbul dari Anwar Cokroaminoto, K.H. Wahid Hasyim,  dan Muhammad Natsir dan mendapat sambutan baik dari Pemuda/Mahasiswa Islam yang sedang belajar di Sekolah Tinggi Islam (STI-sekarang UII), sewaktu masih berkedudukan di Jakarta, antara lain, dari Anwar Haryono (d.r S.H.), Karlim Halim, Akhmad Bukhari, Janamar Azam, Syadeli Mukhsin,  dan Adnan Syamni.
Dalam GPII terdapat GPII Seksi Pelajar, yang diketuai Akhid Masduki (S.H.), Ketua Dewan Pimpinan Wilayah MASYUMI Yogyakarta sewaktu dibubarkan, ex Ketua Partai Muslimin Indonesia Wilayah Yogyakarta periode1969-1971, ex Sekertaris Perwakilan Departemen Agama Daerah Istimewa Yogyakarta, sekarang Direktur Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogykarta.
Dalam perkembangan GPII selanjutnya, sewaktu zaman NASAKOM, GPII menghadapi tantangan berat, dipaksa bubar pada tahun 1963.
Di atas keputusan Presiden (Keppres) No. 139/1963 tanggal 10 Juli 1963, karena dituduh tersangkut percobaan pembunuhan Presiden Soekarno sewaktu Peristiwa Cikini 30 November 1957, Anti MANIPOL dan lain-lain, GPII dipaksa bubar.
Berdasarkan Keputusan Konferensi Darurat Dewan Organisasi GPII di Jakarta tanggal 28-29 Juli 1963, yang dituangkan dalam surat Pucuk Pimpinan GPII No. 940/11/Um tanggal 9 Agustus 1963, ditandatangani Pejabat Ketua Umum H.A. Bukhari dan Ketua II Sumarso Sumarsono, disertai dengan MEMORANDUM, maka GPII dinyatakan bubar. Sedangkan ketua umum GPII, E.Z. Muttaqien (sekarang Rektor Universitas Islam Bandung (UNISBA) dan Ketua Umum PP Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII) waktu itu sedang berada di rumah tahanan Madiun, bersama-sama pemimpin islam lainnya.
Bersamaan waktunya dengan usaha yang dirintis untuk rehabilitasi MASYUMI, tanggal 9 Mei 1966, H.A. Bukhari sebagai Pj. Ketua Umum PP GPII waktu dibubarkan, mengajukan kepada Pemerintah di sekitar rehabilitasi GPII. E.Z. Muttaqien, H.A. Bukhari, Sumarso Sumarsono, pada tanggal 2 Oktober 1966, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-21 GPII, menyatakan kembali kebangkitan GPII, dan akan dibentuk Panitia Kebangkitan GPII.
Dalam Muktamara Pemuda Persatuan Islam (PPUI) yang kesatu di Bandung tanggal 27 Juni sampai dengan 1 Juli 1967, diputuskan bahwa PPUI dinyatakan Independen, lepas dari induknya Persatuan Umat Islam (PUI). Karena rehabilitasi GPII secara formal masih sulit, maka diputuskan bahwa kebangkitan GPII diteruskan melalui PPUI.
Untuk meneruskan kebangkitan GPII melalui PPUI, di Jakarta tanggal a s.d. 6 Oktober 1969 dilangsungkan Sidang Dewan Organisasi (SDO) ke-2 PPUI, dan salah satu keputusannya adalah mengubah nama PPUI menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI). Keputusan itu diambil karena nama GPI (I) mempunyai daya penarik yang sangat kuat dan sekaligus untuk meningkatkan kepada GPII.
Panitia Kebangkitan GPII dibentuk 30 Agustus 1966 terdiri atas Drs. Hasbullah, Firdaus Wajdi, Aisyah Amini S.H. dari HMI, Muh Husni Thamrin (Drs.) dari PII, dan dari GPII sendiri.
Di bidang buruh telah dibentuk Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII), di bidang Tani dibentuk Serikat Tani Islam Indonesia (STII), dan di lapangan Nelayan ada Serikat Nelayan Islam Indonesia (SNII).
Jadi, pada masa itu kekuatan umat Islam terkonsolidasi dengan baik di bawah koordinasi Masyumi.
Sumber : Buku SEJARAH PERJUANGAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (1947-1975)





0 comments:

Post a Comment

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM
Powered by Blogger.

Recent Post

Total Pageviews

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM