6/16/15

LATAR BELAKANG SEJARAH BERDIRINYA HMI (A)


BERDIRINYA satu organisasi pasti mempunyai latar belakang Sejarah, yang satu sama lain berbeda, tetapi justru perbedaan itulah yang menempatkan organisasi itu pada ciri-ciri khusus atau karakteristik.
HMI sebagai organisasi Islam, tentu saja selalu seiring dengan gerakan perkembangan Agama Islam sebagai Agama perjuangan, dan inilah yang menentukan dan mengilhami kelahiran HMI. Situasi umum sebelum kelahiran HMI, seperti akan dituturkan di bawah ini, merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya HMI.
A.      Situasi Negara Republik Indonesia
Kedatangan Bangsa Inggris, Portugis, Spanyol, dan Belanda ke Indonesia, di samping sebagai penjajah, adalah sekaligus merupakan pembawa “Missi dan Zending” yang membawa serta peradaban Barat.
Peradaban Barat itu mempunyai ciri politis “Scularisme” dan ciri ekonomi “Liberalisme”. Proses pem-Baratan (“Westernisasi”) ini turut pula mempengaruhi perkembangan masyarakat dan Negara Republik Indonesia, yang oleh Kolonial Belanda dengan penjajahannya di bumi Indonesia selama 350 tahuun, ditanamkan dengan penuh kelicikan, bahkan dipaksakan dengan senjata terhunus.
Namun, arus gelombang perang kemerdekaan dari bangsa-bangsa di dunia, khususnya di dunia Islam, yang sejak abad kedelapan belas dilanda banjir kolonialisme dan imperalisme sekaligus telah melanda bangsa-bangsa Asia-Afrika, telah membuat perubahan yang radikal terhadap jalannya sejarah dunia yang diilhami aspirasi dan potensi perjuangan Islam pada bangsa-bangsa tersebut. Pada abad-abad berikutnya sampai sekarang, segala tenaga, biaya, dan perhatian dikerahkan untuk membebaskan diri dari perhambaan Barat itu.
Inspirasi dari Nasionalisme islam ini menggugah bangsa-bangsa terjajah dan umat tertindas, kemudian terungkap dalam semboyan/pekikan jihad “ALLOHU AKBAR” disertai tekad “Merdeka atau Mati”.
Tidak terkecuali Bangsa Indonesia. Ia ingin lepas dari rantai belenggu penjajah, ingin mempunyai kedaulatan sendiri sebagaimana bangsa-bangsa lain. Di tengah bahana perjuangan itu, terdengarlah suara gemuruh, laksana halilintar di tengah malam gelap gulita. Suara yang terdengar itu adalah “Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia” yang diucapkan Prokklamator Dwi Tunggal Soekarno-Hatta di Pegangsaan Timur 56, Jakarta tanggal 17 Agustus 1945.
Akan tetapi, karena keserakahan penjajah yang ingin kembali menguasai Nusantara dengan missi zendingnya, tentara sekutu (Inggris), di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison, Panglima Besar AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies), yang terdiri dari 3 divisi, dengan membonceng bala tentara Belanda di belakang, mendarat di Jakarta tanggal 29 September 1945.
Karena tekad dari segenap rakyat Indonesia yag tidak mau dijajah lagi oleh siapa pun, maka di mana-mana berkecambuklan kembali peperengan-peperangan seru antara Inggris dan Belanda dengan segenap rakyat dan bangsa Indonesia, Terkenallah pertempuran 5 hari di Semarang, di Siantar Hotel, dan di Padang, 15 Oktober 1945. Pertempuran Kota Baru Yogyakarta, 7 Oktober 1945, pertempuran 10 November 1945 selama 15 hari berturut-turut di Surabaya, yang semuanya itu dilandasi dengan semangat jihad fi Sabilillah.
Inilah sebabnya, tiap-tiap panggilan rakyat selalu didahului dengan pekikan “ALLAHU AKBAR” tiga kali, yang digunakan untuk menyerukan jihad. Mereka mengetahui dan mengakui kalimat itulah satu-satunya yang bisa menembuske dalam dada dan hati sanubari umat. Apakah gerangan yang menyebabkan bangsa Indonesia tidak mau mendalam gerak dan getaran kalbunya, jika tidak dengan kalimat Toyyibah tersebut.
Semboyan “Lebih baik mati syahid daripada hidup hina karena dijajah”, “Lebih baik hancur binasa daripada dijajah kembali”, merupakan penambah semngat dan kekuatan yang ampuh bagi tentara dan para gerilyawan yang berjuang di medan jihad.
Bangsa Indonesia tidak suka dijajah bangsa asing mana pun, apalagi yang dijajah itu keyakinan hidupnya dan anutan kepercayaannya, yaitu Agama Islam.
Karena Jauh sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia, Agaman Islam telah menjadi Agama dari sebagian besar penduduk pribumi kepulauan Indonesia.
Seperti dikatakan Kardinal Uskup-uskup Katolik di kota Vatikan, menyatakan bahwa:
Agama Kristen tampak sebagai suatu Agama Impor di Asia” , dan kenyataan bahwa Agama Kristen adalah Agama minoritas di Asia, dibandingkan dengan penganut-penganut dari agama-agama lain.
Berkat kebulatan tekad itulah, segenap rakyat dan bangsa Indonesia berjuang tanpa pamrih. Apapun yang terjadi, dan apapun yang akan diberikan kepada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 wajib disumbangkan. Proklamasi 17 Agustus 1945 harus dipertahankan sampai titik darah yang penghabisan, berupa satu tuntutan mutlak “Kedaulatan Rakyat” harus diserahkan sepenuhnya kepada bangsa Indonesia sebagai pemilik dan penguasa tunggal di negeri yang permai nan kaya raya ini.

Sumber : Buku SEJARAH PERJUANGAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (1947-1975)

0 comments:

Post a Comment

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM
Powered by Blogger.

Recent Post

Total Pageviews

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM