8/25/17

WIRUN PINGGIR SUKOHARJO

H.O.S Cokroaminoto melakukan perlawanan terhadap kolonialisme yang terjadi di Indonesia melalui Serikat Islam (SI). Beliau juga terus melakukan proses kaderisasi hingga melahirkan tokoh seperti Soekarno. Semua itu dilakukan atas nama keadilan melalui sebuah proes panjang!
Sepenggal kisah diatas memberi gambaran untuk mencapai suatu tujuan diperlukan alat dan proses sebagai sarana. Raga H.O.S Cokroaminoto sudah lenyap, namun keteladanan beliau sebagai suri teladan tetap hidup abadi. Semangatnya terus menular bagaikan virus yang terus menjalar tanpa terbatas ruang dan waktu.
Bicara soal Wirun sebagai desa yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai desa wisata, akan berhubungan dengan keteladan H.O.S Cokroaminoto. Bahwa sarana paling pertama yang harus dibangun dalam mencapai cita-cita adalah kesadaran bersama di dalam pikiran. Pembangunan fisik merupakan alat setelah adanya kesadaran dan semangat tersebut.
Secara fasilitas Desa Wirun tergolong sebagai desa yang maju dengan memiliki berbagai fasilitas umum seperti POM Bensin, Masjid Kecamatan, Lapangan tenis, Voli, Alfamart, Indomart, dll. Akses jalan yang menghubungkan antara Solo dan Tawangmangu sebagai desa wisata. Pertanyaannya, mengapa semenjak tahun 90-an Wirun belum berhasil menjadi desa wisata?
Soekarno dalam bukunya Di Bawah Bendera Revolusi menceritakan pentingnya persatuan sebagai sarana memerdekan Indonesia. Bagaimana paham nasionalisme, islamisme, dan komunisme mempunyai kesamaan dalam memberantas ketidakadilan. Sehingga muncul pertemuan dan kesatuan sikap dalam melawan kolonialisme.
Masalah sarana dan prasana yang berkaitan dengan fisik tidak akan saya bahas di tulisan ini. Titik yang saya sasar adalah “Persatuan”, lalu bagaimanakah persatuan itu bisa dicapai untuk Desa Wirun!? Salah satu jawaban dengan yakin saya berikan, hidupkan kembali Karang Taruna Desa.
Lakukan kaderisasi melalui pemuda pemudi dalam mencapai tujuan Desa Wirun sebagai Desa Wisata. Fasilitasi mereka sebagai organisasi yang tangguh dan kreatif. Bukan mustahil 20 tahun lagi ketika para pemuda pemudi ini yang akan menjadi pengambil kebijakan dan abdi dalem desa, cita-cita tersebut dapat terwujud.
Kita lihat ketika Swiss di dataran tanahnya untuk menanam coklat pun mereka tidak bisa, tapi mengapa bisa menjadi negara dengan produk unggulan coklat. Kita lihat Indonesia salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, apakah sudah menjadi negara maritim?! Bukan masalah apa yang tersedia, tapi ini masalah Sumber Daya Manusia yang telah dikoordinasikan dengan rapi melalui kesepahaman semangat.
Sarana paling penting bagi Wirun adalah semangat. Dengan semangat akan tumbuh dalam pikiran untuk mengabdi. Dengan mengabdi akan muncul rasa cinta merawat kelestarian budaya, alam, atau segala potensi yang ada. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
Bukan berati pembangunan fisik seperti pelebaran jalan, gedung kesenian, pengecoran jembatan, dll tidak penting. Hal itu penting, tetapi menjadi percuma apabila hardware tanpa software. Menjadi lucu ketika ada gedung kesenian berisi seperangkat gamelan, namun tidak ada orang yang memainkan.
Apa bedanya gedung kesenian itu dengan museum? Padahal gamelan adalah keahlian turun temurun nenek moyang Wirun. Tidak ada kebencian dalam tulisan ini, yang ada adalah kecintaan pada Desa Wirun.
Apalah artinya seseorang yang tidak bisa menerima saran. Semoga tulisan ini dimaknai sebagai bentuk rasa cinta ku kepada kalian saudara-saudaraku di Desa Wirun. Memang jauh dari kata sempurna apa yang aku sampaikan terkait Wirun.
Aku percaya suatu saat Wirun akan menjadi desa yang lebih maju dari sekarang. Jaya Wirun! Jaya Wirun!

0 comments:

Post a Comment

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM
Powered by Blogger.

Recent Post

Total Pageviews

KOMISARIAT PERSIAPAN HMI AGROKOMPLEKS UGM