ACARA II
PENGAMATAN IKLIM MIKRO
I.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pada umumnya tanaman ditanam pada
lingkungan terbuka, misalnya di sawah, kebun, ataupun ladang. Lingkungan
memberikan pengaruh terhadap tanaman. Pengaruh tersebut dapat berupa iklim
makro ataupun mikro. Tanaman akan dibudidayakan untuk diambil manfaatnya oleh manusia.
Dengan semakin besarnya kebutuhan akan hasil dari tanaman, manusia dituntut
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu manusia selalu bersaha untuk
memanfaatkan lahan yang ada dengan segala kondisi iklim. Modifikasi iklim mikro
tentu dibutuhkan untuk membudidayakan tanaman yang tidak sesuai dengan
lingkungannya. Iklim mikro adalah iklim di dekat permukaan tanah yang secara
vertikal sampai ± 2 meter. Karena anasir iklim berhubungan erat satu dengan
lainnya, maka usaha memodifikasi satu unsur pasti akan mempengaruhi unsur
lainnya.
B. TUJUAN
1. Mengenal cara-cara mengukur anasir cuaca mikro.
2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap cuaca mikro.
3.
Mengetahui
cuaca mikro pada berbagai ekosistem.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Mikro
klimatologi ialah ilmu yang mempelajari tentang iklim mikro atau iklim yang
terdapat di dalam daerah yang cukup kecil. Perbedaan antara iklim mikro dan
iklim makro terutama disebabkan oleh jarak dengan permukaan bumi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi dapat disebabkan oleh macam tanah (tanah hitam, tanah
abu-abu, tanah lembek, tanah keras), bentuk (konkaf, konveks, dan danau),
kemudian juga ditentukan oleh tanam-tanaman yang tumbuh di atasnya, yaitu rawa,
hutan, dan lain-lain. Selain itu juga dipengaruhi oleh jumlah radiasi dan
profil angin, serta aktivitas manusia yaitu daerah industri, kawasan kota,
pedesaan dan sebagainya. Sebenarnya diantara iklim mikro dan iklim makro
terdapat iklim meso, namun istilah iklim meso jarang ditemukan dalam pustaka
(Tjasjono, 1999).
Iklim
mikro merupakan kondisi iklim pada suhu ruang yang sangat terbatas tetapi komponen
iklim ini penting artinya bagi kehidupan tumbuhan hewan dan manusia. Karena
kondisi udara pada skala mikro ini akan berkontak langsung dengan dan
mempengaruhi secara langsung makhluk-makhluk hidup tersebut. Makhluk hidup
tanggap terhadap dinamika dan perubahan dari unsur-unsur iklim sekitarnya. Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah
langsung dan metabolisme yang berlangsung pada makhluk hidup. Sebaliknya
keberadaan makhluk hidup tersebut (terutama tumbuh-tumbuhan) akan pula
mengalami keadaan iklim mikro di sekitarnya. Antara makhluk hidup dan udara di
sekitarnya akan terjadi saling
mempengaruhi atau interaksi satu sama lain (Shelton, 2009).
Iklim
menunjukkan keadaan semula jadi yang berakitan dengan atmosfer di setiap
kawasan yang berkait rapat dengan cuaca seperti suhu, kelembaban, taburan
hujan, arah dan kelajuan angin. Iklim mikro pula menunjukkan kepada kedaan
iklim bagi suatu kawasan kecil atau iklim tempatan, misalnya iklim Malaysia
adalah salah satu dari keadaan iklim mikro yang menjadi pecahan kepada iklim
dunia (Husni, 2003).
Iklim mikro
dapat pula ditujukan untuk pembuatan lingkungan, seperti yang ada di ruangan
atau di luar ruangan. Iklim mikro biasanya dibuat untuk pertunjukan museum dan
dipertahankan untuk kelestarian lingkungan. Ini dapat dilakukan dengan
menggunakan metode pasif, seperti jelly
silica atau dengan daya kontrol aktif (Anonim, 2005).
Iklim
mikro memang sangat penting untuk memperbesar peluang keberhasilan budidaya tanaman. Salah satu caranya adalah
dengan substitusi unsur iklim partial. Substitusi unsur iklim partial tersebut
dapat dilak sanakan sampai batas tertentu. Walaupun begitu ada beberapa
subtitusi unsur iklim partial yang belum dapat dilalailkan . Hal tersebut
mungkin dilaksanakan dengan biaya yang cukup tinggi, tidak adanya unsur
pengganti atau karena adanya unsur yang berlebihan. Misalnya radiasi matahari
yang telalu terik, suhu yang terlalu
rendah, atau hujan yang terlalu banyak dan merata. Dalam keadaan yang semacam
itu yang realistik dan relatif akan lebih mudah adalah modifikasi cuaca/iklim
yang semula tidak/kurang sesuai menjadi
sesuai dengan tanaman tertentu. Misalnya dengan membuat naungan yang baik ,
naungan fisik maupun naungan biologis untuk radiasi matahari yang terlalu
tinggi , membangun green house untuk suhu yang terlalu rendah atau hujan yang
terlalu banyak, meratakan angin dan lain-lain (Wisnubroto, 2000).
Temperatur
udara seluruh dunia di dalam atap sangkar disebut layar Stevenson dengan tinggi
1,5 m dari permukaan tanah. Tingginya telah disetujui oleh WMO sebagai tinggi
yang sesuai untuk memperkecil efek temperatur dari permukaan bumi dimana
radiasi mengubah penggambaran lebih cepat alat itu ditempatkan di stasiun
standar, suhu maksimum dan minimum tergambar di layar dan dibaca dua kali
sehari (Sanderson, 1990).
Daya
adaptasi manusia terhadap perubahan unsur-unsur iklim relatif terbatas.
Kelebihan manusia dari hewan dan tumbuhan adalah bahwa manusia dengan akalnya
mampu untuk memodifikasi iklim mikro sehingga lebih sesuai untuk kebutuhan
hidupnya (Lakitan, 1997). Memodifikasi iklim mikro di sekitar tanaman merupakan
suatu usaha yang telah banyak dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Menurut Widiningsih (1985), kelembaban udara dan tanah,
suhu udara dan tanah merupakan komponen iklim mikro yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, dan masing-masing mewujudkan lingkungan optimal bagi
tanaman. Adapun parameter iklim mikro yaitu suhu tanah, kelembaban tanah, suhu
udara, dan kelembaban udara (Noorhadi dan Sudadi, 2003).
III.
METODOLOGI
Pada percobaan pengamatan iklim mikro yang dilaksanakan pada hari Selasa
14 November 2013 dilakukan di dua daerah yang berbeda yaitu daerah berkanopi
dan daerah tanpa kanopi. Daerah yang berkanopi di dalammya meliputi vegetasi
tanaman tahunan beserta rerumputan. Sedangkan pada daerah yang tanpa kanopi di
dalamnya hanya terdapat vegetasi rumput saja. Pengamatan ini dilakukan di
lembah UGM dimulai pukul 14.00.Alat-alat yang digunakan adalah termometer untuk
mengukur suhu udara, termohigrometer untuk mengukur kelembaban nisbi udara,
foot candles untuk mengukur intensitas cahaya, biram enemometer untuk mengukur
kecepatan angin, stick termometer untuk mengukur suhu tanah, serta statif untuk
menggantung termometer dan termohigrograf yang dipasang pada ketinggian 25 cm,
75 cm, dan 150 cm dari permukan tanah.Dua tempat yang memiliki keadaan yang
berbeda yaitu daerah yang berkanopi dan daerah tanpa kanopi dipilih untuk
mengadaakan percobaan pengamatan cuaca makro kali ini. Kemudian statif ditancapkan
ke tanah dan dipasang dengan termometer serta termohigrograf pada aras 25 cm,
75 cm, dan 150 cm dari permukaan tanah.
Pengamatan diukur setiap 10 menit sehingga mencapai 6 kali
pengamatan.Stick termometer ditancapkan di tanah pada jeluk 0 cm, 20 cm, dan 40
cm dari permukan tanah. Pengamatan dilakukan pada setiap jeluk pada setiap
pengambilan data setiap 10 menit sekali 10 menit pertama dilakukan pada jeluk
0cm, setelah itu dimasukkan hingga mencapai jeluk 20 cm, setelah sepuluh menit
dicatat lagi hasilnya pada tebel pengamatan. Kemudian stick termometer
dimasukkan lagi pada jeluk 40 cm, setelah sepuluh menit dicatat hasil
pengamatannya pada tebel pengamatan. Pengamatan dengan stick anemometer
dilakukan bersamaan dengan alat lainnya sebanyak 3 kali pengamatan. Pada waktu yang bersamaan biram
anemometer disiapakan lima menit sebelum waktu ditentukan. Setelah memasuki
waktu yang ditentukan yaitu bersama-sama dengan waktu yang lainnya dimulai,
biram anemometer diangkat ke atas agar tidak terhalang dengan penghalang.
Setiap lima menit hasil pengamatan dicatat dan lima menit kemudian alat
tersebut diistirahatkan.
Pengamatan dilakukan hingga menghasilkan enam data.Pada pengukuran
intensitas cahaya digunakan foot candles. Alat ini memiliki tiga skala dengan
tombol pengatur di sebelah kanannya. Mula-mula diatur pada skala yang paling
rendah dengan posisi tombol pengatur ada di paling bawah, apabila jarum
penunjuk melebihi batas skala maka tombol dinaikkan dan pembacaan skala berubah
dengan membaca skala di atas skala yang sebelummya dibaca. Begitu seterusnya.
Sensor cahaya berada di atas foot candles jika sudah tidak digunakan maka
ditutup kembali agar terlindung dari sinar matahari sehingga tidak terjadi
pengukuran intensitas cahaya.
IV.
HASIL PENGAMATAN
TABEL
1.1 HASIL PENGAMATAN PADA 14 NOVEMBER 2013
PARAMETER
|
NO
|
TITIK WAKTU PENGAMATAN
|
ARAS / JELUK PENGAMATAN
|
STRATA
|
|
KANOPI
|
TANPA KANOPI
|
||||
SUHU UDARA
|
1
|
0’
|
25 cm
|
29 ºC
|
32 ºC
|
75 cm
|
29 ºC
|
31,5 ºC
|
|||
150 cm
|
29,5 ºC
|
31 ºC
|
|||
2
|
10’
|
25 cm
|
29 ºC
|
31 ºC
|
|
75 cm
|
29 ºC
|
30,5 ºC
|
|||
150 cm
|
29,5 ºC
|
30 ºC
|
|||
3
|
20’
|
25 cm
|
29 ºC
|
30 ºC
|
|
75 cm
|
29 ºC
|
29,5 ºC
|
|||
150 cm
|
29,5 ºC
|
29,5 ºC
|
|||
4
|
30’
|
25 cm
|
29 ºC
|
29,5 ºC
|
|
75 cm
|
28 ºC
|
29 ºC
|
|||
150 cm
|
29 ºC
|
29 ºC
|
|||
5
|
40’
|
25 cm
|
28,5 ºC
|
29 ºC
|
|
75 cm
|
28,5 ºC
|
28,5 ºC
|
|||
150 cm
|
28,5 ºC
|
29 ºC
|
|||
KELEMBABAN NISBI UDARA
|
1
|
0’
|
25 cm
|
54%
|
55%
|
75 cm
|
54%
|
54%
|
|||
150 cm
|
54%
|
52%
|
|||
2
|
10’
|
25 cm
|
55%
|
53%
|
|
75 cm
|
55%
|
54%
|
|||
150 cm
|
55%
|
54%
|
|||
3
|
20’
|
25 cm
|
56%
|
54%
|
|
75 cm
|
56%
|
53%
|
|||
150 cm
|
56%
|
54%
|
|||
4
|
30’
|
25 cm
|
58%
|
57%
|
|
75 cm
|
59%
|
57%
|
|||
150 cm
|
60%
|
57%
|
|||
5
|
40’
|
25 cm
|
63%
|
60%
|
|
75 cm
|
62%
|
61%
|
|||
150 cm
|
62%
|
61%
|
|||
SUHU TANAH
|
1
|
0’
|
0 cm
|
27,3 ºC
|
29,3 ºC
|
20 cm
|
27,2 ºC
|
28,8 ºC
|
|||
30 cm
|
27,1 ºC
|
28,4 ºC
|
|||
2
|
10’
|
0 cm
|
28,3 ºC
|
28,6 ºC
|
|
20 cm
|
28,2 ºC
|
28,3 ºC
|
|||
30 cm
|
27,9 ºC
|
28,2 ºC
|
|||
3
|
20’
|
0 cm
|
27,9 ºC
|
28,4 ºC
|
|
20 cm
|
27,7 ºC
|
28,2 ºC
|
|||
30 cm
|
27,3 ºC
|
27,9 ºC
|
|||
4
|
30’
|
0 cm
|
28,1 ºC
|
27,8 ºC
|
|
20 cm
|
27,7 ºC
|
27,9 ºC
|
|||
30 cm
|
27,1 ºC
|
27,8 ºC
|
|||
5
|
40’
|
0 cm
|
28 ºC
|
27,7 ºC
|
|
20 cm
|
27 ºC
|
27,9 ºC
|
|||
30 cm
|
27 ºC
|
27,8 ºC
|
|||
KECEPATAN ANGIN
|
1
|
0’
|
3,2 m/s
|
0,1 m/s
|
|
2
|
10’
|
0,8 m/s
|
1,2 m/s
|
||
3
|
20’
|
2,3 m/s
|
1 m/s
|
||
4
|
30’
|
0,1 m/s
|
0,4 m/s
|
||
5
|
40’
|
1,6 m/s
|
0,1 m/s
|
||
INTENSITAS PENYINARAN
|
1
|
0’
|
40 FC
|
190 FC
|
|
2
|
10’
|
39 FC
|
100 FC
|
||
3
|
20’
|
21 FC
|
70 FC
|
||
4
|
30’
|
18 FC
|
50 FC
|
||
5
|
40’
|
14 FC
|
31 FC
|
V.
PEMBAHASAN
Praktikum
klimatologi dasar acara II yang berjudul Pengamatan Cuaca Mikro ini bertujuan
untuk mengenal cara-cara mengukur anasir cuaca mikro, mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap cuaca mikro, serta untuk mengetahui cuaca mikro pada
berbagai ekosistem. Setelah melakukan pengamatan, didapatkan data hasil
pengamatan yang telah digambarkan dalam grafik sebagai berikut.
1. Kelembaban
nisbi udara
·
Grafik kelembaban nisbi aras 25
Grafik 1.1 Kelembaban Nisbi Udara Aras 25 cm
Kelembaban nisbi udara
dengan aras 25 cm pada daerah yang berkanopi lebih tinggi dibandingkan dengan
di daerah yang tidak berkanopi. Kurangnya sinar matahari yang sampai pada
permukaan yang pada umumnya vegetasi, menyebabkan kurangnya penguapan yang
terjadi, sehingga pada daerah tanpa kanopi kelembabannya rendah dibandingkan
dengan kelembaban daerah tak berkanopi. Pada 0 menit ke 10 menit pada kelembaban tanpa kanopi mengalami
penurunan, namun pada 20 menit sampai ke 40 menit perbedaan antara kelembaban
yang berkanopi sama kelembaban yang tidak berkanopi selisihnya tidak terlalu
jauh.
·
Grafik kelembaban nisbi aras 75
Grafik 1.2 Kelembaban Nisbi Udara Aras 75 cm
Untuk aras 75 cm pada
umumnya masih terpengaruh oleh aras di bawahnya sehingga dapat terlihat pada
grafik, kelembaban udara pada daerah berkanopi untuk aras ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah tak berkanopi. Pada aras 75 perbedaan yang kontras
juga terjadi pada 20 menit dimana pada 20 menit kelembaban tanpa berkanopi
mengalami penurunan. Penyebabnya juga masih sama, yaitu kurangnya intensitas
sinar yang menyinari permukaan tanah. Namun, perbedaan antara keduanya tidak
terlalu signifikan.
·
Grafik kelembaban nisbi aras 150 cm
Grafik 1.3 Kelembaban Nisbi Udara Aras 150 cm
Untuk aras 150 cm juga
masih terpengaruh oleh aras di bawahnya, kelembaban udara pada daerah berkanopi untuk aras ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah tak berkanopi. Namun, pada grafik ini tidak
mengalami penurunan setiap menitnya. Tetapi pada kanopi tetap nilainya lebih
tinggi dibandingkan dengan aras tak berkonopi
·
Grafik kelembaban nisbi berkanopi
Grafik 1.4
Kelembaban Nisbi Udara Berkanopi
Kelembaban nisbi udara
pada daerah yang berkanopi pada pengamatan kali ini perbedaan antar jeluk tidak
jauh berbeda, bahkan dapat dikatakan sama. Pada 10 menit pertama hingga 20
menit , grafik sejajar pada aras 25 cm, 75 cm dan 150 cm.. Pada saatke 30 menit
aras 150 lebih tinggi namun, pada saat ke 40 menit aras 25 lebih tinggi dan
pada aras 75 dan 150 nilainya sama. Suhu udara sangat mempengaruhi kelembaban
udara. Semakin tinggi suhu udara maka semakin tinggi pula kandungan uap air
(keadaan lembab).
·
Grafik kelembaban nisbi tanpa kanopi
Grafik 1.5 Kelembaban Nisbi Udara Tanpa
Kanopi
Kelembaban nisbi udara
pada daerah yang berkanopi pada pengamatan kali ini perbedaan antar jeluk tidak
jauh berbeda. Pada awal sampai menit ke 30 aras 25, aras 75 dan aras 150
nilainya berbeda dan sempat mengalami penurunan pada aras 25 pada menit ke 10.
Pada aras 75 mengalami penurunan pada saat ke 20 menit. Pada hasil akhir
kelembaban udara pada daerah yang tidak berkanopi dari aras 25, aras 75, dan
aras 150 pun mempunyai kelembaban yang
relatif sama. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak ada penghalang terhadap
sinar matahari sehingga suhu meningkat. Hal tersebut terjadi karena pengaruh
angin dan cahaya yang mengenai.
2. Suhu
Tanah
·
Grafik suhu tanah aras 0 cm
Grafik 1.6 Suhu Tanah Aras 0 cm
Dari grafik suhu tanah jeluk 0 cm di
atas dapat diamati bahwa daerah berkanopi memiliki suhu tanah yang lebih tinggi
daripada daerah tidak berkanopi pada awal menit pertama. Daerah tidak berkanopi
memiliki suhu tanah lebih tinggi karena berada di tempat terbuka sehingga
radiasi matahari langsung mengenai permukaan. Pada daerah berkanopi bersuhu
lebih rendah disebabkan memiliki kadar lengas lebih tinggi dari daerah terbuka
sehingga suhunya lebih rendah. Dari grafik diatas juga terlihat bahwa seiring
bertambahnya waktu pengamatan, suhu tanah semakin menurun. Hal ini dapat
dikarenakan pada awal pengukuran termometer belum sepenuhnya terpengaruh suhu
tanah atau masih terpengaruh suhu udara dan semakin lamanya menjadikan suhu
pada termometer semakin turun karena pengaruh dari suhu tanah dan kelembaban
tanah yang semakin tinggi.
·
Grafik suhu tanah aras 20
Grafik 1.7 Suhu Tanah Aras 20 cm
Pada pengamatan suhu tanah jeluk 20 cm,
seperti halnya pada jeluk 0 cm, dapat diamati bahwa suhu tanah lebih tinggi pada
daerah yang tidak berkanopi. Pada daerah tidak berkanopi memiliki suhu tanah
yang lebih tinggi yang disebabkan oleh intensitas penerimaan radiasi matahari
yang diterima oleh tanah. Pada daerah tidak berkanopi tidak ada vegetasi yang
menghalangi radiasi matahari untuk sampe ke tanah sehingga suhunya lebih
tinggi. Sebaliknya pada daerah berkanopi radiasi matahari yang diterima oleh
tanah banyak terhalangi oleh vegetasi-vegetasi yang ada disekitar tempat
pengamatan, sehingga suhunya lebih rendah.
Pada daerah berkanopi, suhu tanah mengalami penurunan pada 20 menit dan
pada 40 menit yang dimungkinkan karena tanah semakin dingin oleh suhu udara
yang menurun di sore hari. Hal ini menunjukkan bahwa suhu tanah pada daerah
tanpa kanopi cenderung tidak stabil.
·
Grafik suhu tanah aras 30
Grafik 1.8 Suhu Tanah Aras 30 cm
Grafik di atas merupakan grafik hasil
pengamatan yang menunjukkan hubungan antara waktu dengan suhu tanah di daerah
berkanopi dan tanpa kanopi pada aras 40 cm. Secara umum grafik diatas hampir
sama dengan pengamatan suhu tanah pada aras 20 cm, yaitu pada daerah tidak
berkanopi memiliki suhu tanah yang lebih tinggi yang disebabkan oleh intensitas
penerimaan radiasi matahari yang diterima oleh tanah. Pada daerah tidak
berkanopi tidak ada vegetasi yang menghalangi radiasi matahari untuk sampe ke
tanah sehingga suhunya lebih tinggi. Sebaliknya pada daerah berkanopi radiasi
matahari yang diterima oleh tanah banyak terhalangi oleh vegetasi-vegetasi yang
ada disekitar tempat pengamatan, sehingga suhunya lebih rendah.
Dari grafik diatas terlihat pada daerah
tanpa kanopi, setiap menitnya tidak stabil suhunya yang berarti pada aras yang
berkanopi suhunya tidak stabil. Pada aras tanpa konopi mengalami suhu yang
stabil. Namun, pada akhirnya aras yang berkonopi dan tidak berkanopi mengalami
penurunan. Hal ini dipengaruhi
oleh radiasi matahari yang diterima, jumlah vegetasi yang tumbuh, struktur
tanah, kadar air, dan kemiringan tanah. Semakin rimbun
vegetasinya, semakin banyak kandungan airnya.
·
Garfik suhu tanah berkanopi
Grafik 1.9 Suhu Tanah Berkanopi
Dari grafik diatas terlihat bahwa pada
daerah berkanopi, suhu paling tinggi diawal ditunjukkan oleh aras 0 cm. Hal ini
sesuai dengan teori, dimana semakin dalam jeluk semakin rendah suhu tanah.
Namun, fluktuasi suhu tanah yang sama kestabilannya ini bisa disebabkan akibat
pengambilan sampel dimungkinkan tekstur tanah yang sama. Fungsi dari
kanopi adalah supaya panas dari radiasi matahari sukar untuk
dibebaskan karena bentuknya yang melebar tersebut dapat menahan panas
matahari yang telah diterima.
Pada faktor eksternal, intensitas
penyinaran atau radiasi matahari sangat berpengaruh pada pengukuran suhu tanah
tersebut. Selain itu, kelembaban dan juga curah hujan juga mempengaruhi suhu
tanah. Pada faktor internal, tekstur tanah, kadar air tanah, dan juga kepadatan
pada tanah juga mempengaruhi besarnya suhu tanah Hal ini sesuai dengan teori,
karena selain faktor eksternal, faktor internal juga mempengaruhi besarnya suhu
tanah.
·
Grafik
Suhu Tanah Tanpa Kanopi
Grafik 1.10 Suhu Tanah Tanpa Kanopi
Pada pengamatan suhu tanah dalam
lingkungan tanpa kanopi di aras 0 cm, 20 cm, dan 30 cm didapatkan hasil suhu
yang berbeda. Pengamatan ini dilakukan dengan 5 kali perulangan dengan selisih
waktu pengulangan 10 menit. Pada aras 0 cm suhu yang didapatkan paling tinggi
kemudian aras 20 cm dan 30 cm. Hal ini disebabkan oleh adanya radiasi matahari.
Pada lapisan tanah bagian atas radiasi matahari langsung mengenai tanah
tersebut. Pada tanah bagian bawah, tentunya radiasi matahari tersebut tidak
dapat menembus tanah, akibatnya suhu tanah bagian dalam akan lebih rendah bila
dibandingan dengan tanah bagian atas. Hasil yang didapat pada menit ke 30 untuk
aras 0 cm mengalami penurunan suhu dan terlihat suhunya sama dengan aras 30 hal
ini dapat disebabkan oleh cuaca pada saat pengamatan tidak stabil. Adanya awan
yang menutupi akan berpengaruh terhadap perubahan suhu tanah, radiasi matahari
jadi terhalang.
3.
Suhu Udara
·
Grafik Suhu Udara aras 25 cm
Grafik 1.11 Suhu Udara aras 25 cm
Grafik suhu udara pada aras 25 cm
terhadap waktu pada lingkungan berkanopi dan tanpa kanopi didapatkan hasil pada
lingkungan tanpa kanopi suhu udaranya lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan intensitas penyinaran matahari. Di lingkungan tanpa kanopi radiasi
matahari akan langsung sampai sedangkan pada lingkungan berkanopi radiasi
matahari yang akan masuk akan terhalang oleh tanaman-tanaman atau pepohonan di
atasnya, akibatnya suhu udara yang dhasilkan pada lingkungan berkanopi akan
lebih rendah. Pengamatan dilakukan 5 kali dengan selang waktu 10 menit. Pada
lingkungan tanpa kanopi suhu udaranya menurun, hal ini dikarenakan cuaca pada
hari pengamatan mendung sehingga radiasi matahari terhalang oleh awan.
Perbedaan suhu tiap menitnya dapat terjadi karena suhu pada lingkungan tersebut
yang berubah, adanya awan yang menutupi dan radiasi sinar matahari.
·
Grafik Suhu Udara aras 75 cm
Grafik 1.12 Suhu Udara aras 75 cm
Grafik suhu udara pada aras 75 cm
pada lingkungan berkanopi dan tanpa kanopi terhadap waktu didapatkan hasil pada
lingkungan tanpa kanopi suhu udara akan lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan intensitas penyinaran matahari. Di lingkungan tanpa kanopi radiasi
matahari akan langsung sampai sedangkan pada lingkungan berkanopi radiasi
matahari yang akan masuk terhalang oleh tanaman-tanaman atau pepohonan di
atasnya, akibatnya suhu udara yang dhasilkan pada lingkungan berkanopi akan
lebih rendah. Pengamatan dilakukan 5 kali dengan selang waktu 10 menit.
Terlihat jelas terdapat perubahan suhu pada menit ke 30 menuju 40 pada
lingkungan berkanopi. Hal ini dapat disebabkan intensitas penyinaran matahari
lebih tinggi pada menit tersebut, walaupun tertutup kanopi tetapi bila intensitas
penyinaran matahari lebih tinggi dibanding menit sebelumnya maka suhu udaranya
naik. Perbedaan suhu tiap menitnya dapat terjadi karena suhu pada lingkungan
tersebut yang berubah, adanya awan yang menutupi dan radiasi sinar matahari.
·
Grafik
Suhu Udara aras 150 cm
Grafik 1.13 Suhu Udara aras 150 cm
Grafik suhu udara pada aras 150 cm
pada lingkungan berkanopi dan tanpa kanopi terhadap waktu didapatkan hasil pada
lingkungan tanpa kanopi suhu udara akan lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan intensitas penyinaran matahari. Di lingkungan tanpa kanopi radiasi
matahari akan langsung sampai sedangkan pada lingkungan berkanopi radiasi
matahari yang akan masuk terhalang oleh tanaman-tanaman atau pepohonan di
atasnya, akibatnya suhu udara yang dhasilkan pada lingkungan berkanopi akan
lebih rendah. Terlihat bahwa pada menit ke 20 dan 30 suhu udara pada lingkungan
berkanopi sama dengan lingkungan tanpa kanopi. Hal ini dapat disebabkan adanya
awan yang menutupi tempat pengamatan, karena pengamatan dilakukan di tmpat yang
berbeda tentunya hal tersebut bisa terjadi. Perbedaan suhu tiap menitnya dapat
terjadi karena suhu pada lingkungan tersebut yang berubah, adanya awan yang
menutupi dan radiasi sinar matahari.
·
Grafik Suhu Udara di Lingkungan Berkanopi
Grafik 1.14 Suhu Udara di Lingkungan Berkanopi
Grafik suhu udara di berbagai aras
di lingkungan berkanopi terhadap waktu didapatkan suhu udara tertinggi terdapat
pada aras 150 cm. Hal ini dipengaruhi oleh faktor altitude dan radiasi matahari.
Di lingkungan yang berkanopi intensitas sinar matahari tidak terlalu banyak
sehingga suhu udara relative rendah dan stabil. Ketidakstabilan suhu udara yang
diperoleh diakibatkan adanya pengaruh angin. Pada aras 150 cm suhu udara lebih
tinggi karena pada aras tersebut permukaan udara lebih merata.
·
Grafik
Suhu Udara di Lingkungan Tanpa Kanopi
Grafik 1.15 Suhu Udara di Lingkungan Tanpa
Kanopi
Dari percobaan pengamatan suhu udara pada lingkungan tidak berkanopi
dengan perbedaan tiga aras diperoleh data bahwa suhu udara tertinggi ada apa
aras 25 cm. Hal ini disebabkan oleh radiasi penyinaran, karena pengamatan ini
dilakukan pada daerah yang tidak berkanopi sehingga intensitas penyinaran lebih
banyak. Pada saat pengamatan didapatkan suhu udara pada masing-masing aras
mengalami penurunan, hal ini dikarenakan cuaca pada hari pengamatan
berubah-ubah menjadi berawan dan sedikit mendung. Pada aras 25 cm lebih banyak
terkena matahari sehingga suhu lebih tinggi daripada aras 150 cm dan 75 cm
(pada aras ini terdapat penurunan suhu karena permukaan udara yang merata).
Selain itu pada aras 150 cm dan 75 cm memungkinkan lingkungan tersebut
terlindungi oleh kanopi pepohonan.
4.
Grafik
Kecepatan Angin
Grafik 1.16 Kecepata Angin
Pada grafik kecepatan angin pada lingkungan berkanopi dengan lingkungan
tanpa kanopi dapat dilihat bahwa pada daerah berkanopi memiliki kecepatan angin
yang lebih tinggi karena pada daerah ini memiliki suhu yang rendah dan memiliki
tekanan yang lebih tinggi dan angin memiliki pergerakan dari daerah yang
memiliki tekanan tinggi menuju ke daerah yang bertekanan rendah. Saat di daerah
yang berkanopi pergerakan angin terhalang oleh pepohonan dan kecepatannya akan
berkurang saat memasuki daerah tidak berkanopi. Pada lingkungan tanpa kanopi di
menit ke 10 dan 30 kecepatan anginnya lebih tinggi, hal ini dapat disebabkan
adanya perbedaan suhu permukaan tanah, bisa saja pada menit tersebut radiasi
matahari lebih tinggi sehingga suhu tanah naik dan menyebabkan suhu udara di
atasnya naik, akibatnya udara mengembang dan menjadi ringan
5.
Grafik
Inensitas Penyinaran
Grafik 1.17 Intensitas Penyinaran
Dari grafik intensitas penyinaran pada lingkungan berkanopi dan
lingkungan tanpa kanopi dapat diamati bahwa intensitas penyinaran pada
lingkungan tanpa kanopi intensitas penyinarannya lebih tinggi dibandingkan
degan lingkungan berkanopi. Hal ini disebabkan karena lingkungan tanpa kanopi
menerima energi atau cahaya matahari secara langsung (energi lebih besar).
Sedangkan pada lingkungan berkanopi akan menerima cahaya matahari dengan
intensitas yang lebih kecil karena adanya penghalang yang berupa kanopi-kanopi
pepohonan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas matahari terbesar
terdapat pada daerah yang tidak berkanopi. Intensitas penyinaran matahari juga
dapat disebabkan oleh cuaca pada lingkungan tersebut yang berubah, pada cuaca
berawan maka intensitas penyinaran akan berkurang karena cahaya matahari akan
terhalang oleh awan.
VI.
KESIMPULAN
1. Dalam
mengukur anasir cuaca iklim mikro maka kita mengukur kelembaban nisbi udaranya,
suhu tanah, suhu udara, kecepatan angin,
dan intensitas penyinaran.
2. Faktor-faktor
yang mempengaruhi cuaca mikro adalah;
a. Kelembaban
nisbi udara dipengaruhi oleh penyinaran matahari yang sampai ke bumi.
b. Suhu
tanah dipengaruhi oleh penyinaran matahari, radiasi matahari, dan pengawanan.
c. Suhu
udara dipengaruhi oleh altitude dan intensitas penyinaran matahari.
d. Kecepatan
angin dipengaruhi oleh tekanan udara, topografi, kondisi lingkungan dan
suhu udara.
e. Intensitas
penyinaran dipengaruhi oleh pengawanan dan kondisi lingkungan (berkanopi atau
tidak
3. Pada
lingkungan berkanopi kelembaba nisbi udara lebih tinggi. Suhu tanah lebih di
lingkungan tanpa kanopi lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu tanah di
lingkungan berkanopi. Suhu udara pada lingkungan tanpa kanopi lebih tinggi
dibandingkan di lingkungan berkanopi. Pada lingkungan berkanopi kecepatan angin
lebih tinggi. intensitas penyinaran tinggi pada lingkungan tanpa kanopi.
DAFTAR PUSTAKA
Husni, M. H. Ahmad.2003. Combined Use of Chemical and
Organic Fertilizer. Universitity Pertanian Malaysia (UPM),
Malaysia.
Anonim. 2005.
Microclimate. <http://www.weathereconom’y.com/fingerpr.html>. Diakses pada tanggal 17 November 2013.
Sanderson, M. 1990. Unesco
Source Book in Climatology. UNESCO,
Paris.
Noorhadi dan Sudadi. 2003. Kajian
pemberian air dan mulsa terhadap iklim mikro pada tanaman cabai di tanah
entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan IV (1) : 41 – 49.
Tjasjono, B.1999. Klimatologi Umum. ITB,Bandung.
Winusbroto. 2000. Strategi memperkecil resiko iklim
dalam produksi tanaman.
Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2(2):47-52.
Shelton, M. L. 2009. Hydroclimatology:
Perspectives and Applications. Cambridge University Press. California.
0 comments:
Post a Comment