REVIEW ORASI ILMIAH
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin. M.S.
Zaki Abdurrahman/12904
Budidaya Pertanian
Orasi imliah yang disampaikan Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin. M.S. Sebagai guru besar tetap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor di Auditorium Rektorat Gedung Andi Hakim Nasoetion Institut Pertanian Bogor pada tanggal 14 Desember 2013 berjudul “Pekarangan kampung untuk konservasi Agro-Biodiversitas dalam Mendukung Penganekaragaman dan Ketahanan Pangan di Indonesia”
Permasalahan pangan merupakan tantanagan yang masih perlu dicari solusinya, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 242 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49. Diperkirakan 100 tahun ke depan penduduk Indonesia mencapai 450 juta jiwa. Hal tersebut merupakan tantangan untuk mencapai ketahanan pangan, keamanan pangan, dan kedaulatan pangan. Pembangunan di kawasan perkortaan kerap kali mengorbakankan lahan pertanian sehingga lahan semakin berkurang. Pembangunan perumahan secara horizontal pada setiap unit rumah mempunyai kewajiban memiliki ruang lahan hijau yang dibuat menjadi pekarangan. Saat ini luas lahan pekarangan di Indonesia >5 juta ha dan 1,7 ha ada di pulau jawa, dan diprediksi luas lahan pekarangan akan semakin meningkat hingga 10,3 juta ha. Secara keseluruhan luasan lahan pekarangan di Indonesia 40% (<100 m2), 25% (100-200 m2), 11,7% ( 200-300 m2), dan 22,7% ( >300 m2). Untuk pekarangan di pulau jawa rata-rata berukuran sempit.
Prof. Hadi sendiri telah menyusun road map selama 25 tahun sejak beliau menempuh study di University Okayama Jepang dengan lembaga Amerika melalui hibah penelitian Dikti. Sistem agroforesty tradisional pekarangan kebun campuran sawah tegalan sedang dipetakan melalui 5 provinsi bekerjasama dengan FAO.
Pekarangan merupakan lahan yang mempunyai batas kepemilikan dengan jelas dan merupakan praktek dari sistem agroforesty. Pemberdayaan pekarangan yang didasari kearifan lokal, budaya lokal, dan pengetahuan lokal setempat dapat membantu ketahanan pangan melalui pembangunan usaha tani dengan digalakan sistem penyuluhan dan didukung oleh sistem koperasi yang baik untuk usaha tani. Pekarangan yang berkelanjutan harus memperhatikan agroekologis dan sosial ekonomi budaya. Produksi secara berkelanjutan dapat menjadi produk komersial dan pemenuhan bahan pangan, pakan,papan, dan pengelolaannya. Keberlanjutan pekarangan dapat dilihat dari struktur elemen maupun filosofi pekarangan.
Ukuran pekarangan di kelompokkan menjadi 4 yaitu sempit, sedang, besar, dan sangat luas. Luas lahan untuk memenuhi terjadinya biodiversitas seluas 100 m2 dengan 5 strata tanaman vertikal dan 8 jenis tanaman horizontal. Penanaman di lahan pekarangan harus memerhatikan tata ruang yang efisien. Suku bangsa sunda jawa barat membagi pekarangan menjadi halaman depan dan halaman samping. Praktek agroforesty biasanya terdapat di belakang dan di samping, konsep pengetahuan lokal pekarangan Bali dibagi menjadi kepala, badan, dan kaki. Berdasarkan hasil konservasi karangasem dan tabanan, pekarangan belakang digunakan untuk memproduksi tanaman penghasil pati, sayuran, buah dan kandang pekarangan. Produk pekarangan untuk sesajen, ditunjukkan dengan sistem tumpang sari dalam sistem agroforesty.
Dengan 5 strata mempunyai keunggulan yaitu pemanenan matahari yang efisieen, penyaringan penetrasi sinar matahari, penyerapan karbon yang lebih baik, dan pengendalian erosi tanah yang lebih baik. Menyerupai hutan alam, hubungan stratifikasi tanaman dan jumlah cadangan karbon telah di teliti daerah aliran sungai bekasi, semakin ke bawah pekarangan memiliki strata tanaman yang semakin baik dan mempunyai jumlah cadangan karbon yang lebih tinggi. Keragaman horizontal dalam pekarangan adalah keragaman jenis tanaman, hewan, ternak, dan satwa liar, serta jenis ikan yang di pengaruhi oleh beragam faktor seperti ekologi, ekonomi dan budaya.
Struktur tanaman pekarangan menurut kegunaan di kelompokkan menjadi Tanaman hias, buah, sayuran, bumbu,obat, penghasil padi, bahan baku industri, dan tanaman lainnya (kayu bakar,pengrajin tangan). Keanekaragaman secara horizontal dipandang sebagai agro-biodiversiti dalam pekarangan. Hasil penelitian di cianjur dan di bogor pada 120 sample ditemukan 440 spesies dimana pada 143 spesies pada wilayah sudu ....., 152 spesies pada wilayah suhu ....., 157 spesies pada wilayah suhu ...., 239 spesies di pedesaan, 263 spesies diuben 2, 267 spesies di sub urben 1.
Secara umum jenis tanaman juga dipengaruhi oleh ukuran rata-rata pekarangan, semakin luas pekarangna semakin tinggi keanekaragaman pekaangan. Pekarangan dari desa ke kota berbeda berdasarkan tingkat urbanisasinya,dengan metode klaster analisi dihitung bagi spesies yang frekuensinya muncul lebih dari 50% total padapekarangan lokasi study. Ada 7 jenis tanaman hias, 2 jenis tanaman buah, dan masing-masing 1 jenis tanaman sayuran dan tanaman bumbu sangat umum dijumpai di semua lokasi study.
Melalui analisis kuantifikasi 3 dilakukkan untuk menguji hubungan antar elemen pekarangan dan karakteristik lokasi study berdasarkan tingkat urbanisasinya. Elemen yang termasuk dalam fasilitas modern cenderung memiliki nilai tinggi pada asis pertama.
Berati lebih kepada pekarangan urbanisasi, elemen untuk kegiatan pertanian cenderung mempunyai nilai rendah pada asis kedua berati cenderung kepada pedesaan. Dengan sumber daya lahan yang lebih sempit, pengembangan pekarangan perkotaan bisa dilakukan dengan model praktek yang organik baik untuk buah maupun sayur. Olahan teknikal garden atau juga green roof garden serta tabulampot dapat diterapkan di pekarangan perkotaan yang relatif sempit.
Pemberdayaan lahan pekarangan yang didasari oleh kearifan lokal dapat diandalkan sebagai lahan produktif untuk berkelanjutan maupun bersifat komersial jika dilakukan secara agregat dalam satu kampung maka optimalisasi lahan pekarangan berperan dalam ketahanan pangan masyarakat. Keanekaragaman hayati pertanian di pekarangna berfungsi untuk mendukung ketahanan pangan dan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan juga untuk membangkitkan tambahan pendapatan keluarga. Berikutnya dalam surei 144 pekarangan di jawa barat, jawa tengah, dan jawa timur telah ditemukan masing-masing 19 jenis, 6 jenis, dan 4 jenis yang diusahakan spesifik dan dapat dimakan pada masing-masing provinsi dan terdapat 15 spesies yang ditemukan di 3 provinsi semua ada diantaranya yang penting adalah kelapa, jambu, mangga, pepaya, pisang, rambutan, cabe rawit, dan singkong. Penelitian dilakukan pada 144 pekarangan sempit yang luas lahan nya <120 m 2 dan juga pada pekarangan sedang seluas 120 m2 sampai 400 m2 . Semakin luas lahan semakin sedikit bertambah jumlah spesies yang ditanam di pekarangan.
Berdasarkan penelitian pada musim kemarau tahun 2006 yang paling banyak ditanam di pekarangan adalah pisang sejumlah 47% responden, pepaya 24% responden, jambu 29 responden, dan mangga 34 responden. Semakin besar lahan pekarangan maka semakin banyak tanaman yang diusahakan. Survei menemukan 196 tanaman yang diusahakan pada 144 lahan pekarangan dimana 56 jenis diantaranya ditananam oleh satu keluarga dan 24 jenis diantaranya ditanam oleh sedikitnya 10 persen keluarga. Hal tersebut menunjukkan diversivitas yang luas dari tanaman yang ditanam. Tanaman hias mendominasi jumlah spesies di pekarangan, yaitu sekitar 52,5% , selebihnya adalah tanaman non hias yang berguna sebagai sumber pangan. Diketahui 69% produksi tanaman pekarangan dikonsumsi oleh keluarga, sebesar 17% dijual dan selebihnya diberikan kepada tetangga. Produksi ternak dan ikkan yang lazim di produksi pada lahan pekarangan adalah ayam kampung, kambing, domba, dan sapi.
Konsumsi beras di Indonesia dalam satu tahun dinilai masih sangat tinggi dibanding dengan negara-negara tetangga. Konsmumsi beras dapat dikurangi dengan masyarakat untuk mengkonsumsi pangan lokal, untuk hal tersebut diperlukan kebijakan pemerintah yang konsisten. Telah dibentuk tim P2KP yang melaksanakan percepatan penganekaragaman pangan dengan potensi lokal. Sumber pangan lokal sangat beragam yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Prinsip optimalisasi budidaya pekarangan adalah bagaimana dapat memanfaatkan lahan pekarangan sebagai budidaya tanaman, ternak, dan ikan. Pekarangan berpotensi memproduksi tanaman pangan terutama buah dan sayur. Tenaga penyuluh diperlukan untuk mendampingi petani maupun wanita kelompok petani. Pekarangan perlu di kembangkan secara agregat dalam skala kampung, harus diperhatikan luas kritis pekaragan harus mencapai 100 m2.
0 comments:
Post a Comment